DzakiyyahPOS

Media Cepat Tepat dan Aktual

Berrekreasi sambil belajar di Waida Farm

Berrekreasi sambil belajar di Waida Farm
Bagi sebagian masyarakat di desa Pamulihan, kabupaten Sumedang mungkin sudah tidak asing lagi mendengar Agrowisata Waida Farm. Bagaimana tidak, kebun yang seluas 2 ha ini sudah dihuni dengan berbagai varietas buah-buahan hasil rekayasa bibit unggul yang terkenal sebagai tempat wisata serta menjadi tempat riset bagi para peneliti, pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum. 

Waida Farm juga terkenal akan produksi bibit jambu kristal dan duriannya. Agrowisata yang memiliki motto “Berrekreasi sambil belajar” ini berlokasi di dusun Lembang, desa Pamulihan, kecamatan Pamulihan, kabupaten Sumedang.

“awal usaha itu November 2011, waktu saya membawa bibit jambu kristal dari Taiwan untuk diteliti dan dikembangkan disini. Makin lama, saya mulai mengembangkan bisnis pertanian ini. Mulai ngembangin durian varietas unggul, buah-buahan lokal, dan lain-lain,” ujar pemilik sekaligus pengelola Waida Farm , Tatang Kuswana, saat diwawancarai di rumahnya, Sabtu (7/5).

Tatang mengaku Waida Farm didirikan bukan hanya untuk mencari pendapatan finansial semata, namun di dalamnya diperkenalkan pula cara budidaya dan penanganan pasca panen komoditas yang dikelolanya. Pada tahun 2015 Waida Farm telah membuka kegiatan Agrowisata, Pendidikan dan Pelatihan Teknis Budidaya jambu kristal, durian dan lain-lain. Dalam menunjang usahanya, Waida Farm telah membuat pembibitan tanaman jambu kristal secara masal. Kebun induknya telah disertifikasi oleh BPSBTPH Dinas Pertanian Tanaman Pangan provinsi Jawa Barat.

Waida Farm menyediakan fasilitas pendidikan, pelatihan, dan riset mengenai budidaya komoditas buah-buahan dan sayuran. “Disini pengunjung boleh memetik buahnya, dengan disertai pendamping untuk memilih buah masak di pohon. Buahnya juga bisa dicicipi di kebun atau dibawa sebagai oleh-oleh,” ujar Tatang. Tatang juga menambahkan bagi pengunjung yang suka memasak disediakan tempat dan alat memasak. Bahannya dapat dipetik langsung di kebun. Di Waida Farm terdapat pula kolam ikan mas, gurame dan nila yang dapat dipancing dan dimasak di lokasi. Kebun Wisata ini dapat dinikmati hanya dengan membayar tiket masuk sebesar Rp. 10.000,-/orang.

Jendela Alam Lembang, Sarana Rekreasi Belajar yang Pas untuk Keluarga

Jendela Alam Lembang, Sarana Rekreasi Belajar yang Pas untuk KeluargaJendela Alam Bandung adalah tempat wisata anak yang sangat cocok dan pas sebagai sarana belajar anak anda sekaligus tempat rekreasi untuk anak-anak anda di Bandung Barat dengan sentuhan alam daerah Lembang yang terkenal sangat indah dengan udara yang sejuk pula, serta sangat ideal sebagai tempat liburan keluarga di bandung untuk lebih mengenalkan anak anda akan perlunya pelestarian alam dan isinya.

Seperti dilansir dari akun youtube Infobdg TV, tempat wisata anak Jendela Alam Bandung berlokasi tepat di Komplek Graha Puspa Lembang. Di Jendela Alam Bandung, selain berwisata menikmati keindahan serta kesejukan udaranya yang khas pegunungan yang sejuk khas pegunungan,pengunjung pun dapat pula ikut melakukan kegiatan wisata jendela alam bandung seperti mengenal dunia pertanian seperti bercocok tanam, pembibitan, perkebunan dan kegiatan bidang peternakan, anak anda bisa melihat kegiatan memerah susu sapi, menunggang kuda poni yang sangat lucu, memberi makan kepada kelinci, ayam dan bebek.



Sebagai pusat Wisata Anak , Jendela Alam Bandung adalah sebagai sarana belajar yang menyediakan modul pendidikan atau edukasi untuk siswa-siswi sekolah, kegiatan Live in dan kegiatan sekolah lainnya- mulai dari Play Group sampai dengan Tingkatan SMA, juga kegiatan untuk perorangan/individu dan instansi. Jadi Jendela Alam Bandung merupakan Tempat wisata anak yang sangat kami rekomended kan untuk aanda kunjungi waktu liburan mendatang.

Memiliki kawasan wisata yang sejuk dan sangat nyaman,Jendela alam memberikan fasilitas bermain yang dijamin bisa menyenangkan kepada anak.Bagaimana cara beternak yang baik dan mencintai binatang dengan mengenal lebih dekat,seperti menunggang kuda poni,mengambil telur,memberi makan ternak kelinci,ayam,bebek dan kambing serta memerah susu sapi langsung.Sementara di perkebunan Jendela Alam,anak anda akan diberikan pelatihan salah satunya bagaimana cara pembibitan, memetik buah strawberry dan wortel serta bagaimana cara dan teknik bertanam secara hidrophonik.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil hadir dalam Rapat Paripurna DPRD

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil hadir dalam Rapat Paripurna DPRD
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil hadir dalam Rapat Paripurna DPRD penyampaian penjelasan wali kota perihal Laporan Ketetangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Wali Kota Bandung tahun 2015, ruang sidang paripurna DPRD Kota Bandung, Rabu (30/3).

Seperti dilansir dari akun twitternya, rapat paripurna ini dihadiri para pimpinan dan anggota DPRD Kota Bandung, para unsur pimpinan daerah Kota Bandung, Wakil Walikota Bandung, Sekretaris Daerah Kota Bandung, Para Pejabat Publik di lingkungan Pemerintah Kota Bandung Serta para pimpinan partai politik dan berbagai unsur masyarakat Kota Bandung.
Ridwan kamil menyatakan bahwa pencapaian kinerja di tahun 2015 sebesar: 88,01% naik dari 2014: 84,51%. Agenda tahunan ini merupakan amanat UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 69 ayat 1 dan pasal 71 yang mengamanatkan Kepala Daerah  untuk menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah, laporan keterangan pertanggungjawaban dan ringkasan laporan penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

Ridwan Kamil Raih Penghargaan Pikiran Rakyat Award 2016

Ridwan Kamil Raih Penghargaan Pikiran Rakyat Award 2016Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil raih penghargaan Pikiran Rakyat Award 2016 untuk Inovasi Kepemimpinan saat peringatan ulang tahun emas Pikiran Rakyat ke-50 di Grand Ballroom Amartapura Grand Hotel Panghegar, Kamis (24/03).

Dikutip dari laman facebook Walikota Bandung Ridwan Kamil, penghargaan tersebut diserahkan oleh Direktur Utama PT Pikiran Rakyat Bandung, Perdana Alamsyah dihadapan ratusan penonton.
Mendapat penghargaan PR award 2016 untuk Inovasi dalam Kepemimpinan dari Harian Pikiran Rakyat. Semoga inovasi2 selama ini bermanfaat utk perubahan dan kemajuan Indonesia. foto @dudisugandi
Dikirim oleh Ridwan Kamil pada 24 Maret 2016

Ridwan Kamil dinilai sebagai tokoh publik yang tercatat mempunyai sejumlah gebrakan dalam menata Kota Bandung. Dengan visi tentang kota modern yang diaplikasikan secara akseleratif, Ridwan Kamil mampu mewujudkan kota Bandung Modern sejak terpilih sebagai Wali Kota Bandung pada 16 September 2013 silam.

Penghargaan kategori Pangajén Réka Binekas diberikan kepada pihak atau kalangan yang dinilai mempunyai kapasitas mumpuni dalam aspek kreativitas dan keunggulan kinerja.

“Saya bekerja bukan untuk mendapat penghargaan tapi untuk masyarakat, tapi apabila saya dapat penghargaan saya anggap sebagai bonus apresiasi masyarakat, saya sangat mengapresiasi jika dapat penghargaan apalagi dari ‘PR’ menemani saya sejak lahir hingga jadi wali kota Bandung,” ucap Ridwan Kamil saat diwawancarai wartawan.

Ridwan Kamil berharap semoga inovasi-inovasi yang telah ia ciptakan dapat bermanfaat untuk perubahan dan kemajuan indonesia. (kia)

Dinda, Mahasiswi UIN Bandung Peserta Ekspedisi NKRI



 Dinda, Mahasiswi UIN Bandung Peserta Ekspedisi NKRISebut saja namanya Dinda. Gadis kelahiran 9 Oktober 1994 yang memiliki nama lengkap Dinda Ahlul Latifah ini kini tengah melakukan ekspedisinya ke Papua dalam program Ekspedisi NKRI. Dibesarkan di lingkungan yang selalu menyokongnya dimanapun dan apapun yang ia sukai, ia tumbuh menjadi wanita yang tangguh dan sangat mencintai kelestarian alam. 

Sejak menduduki bangku kuliah, kecintaannya terhadap alam semakin besar. Hal itu dibuktikannya dengan memasuki salah satu organisasi Mahasiswa Pecinta kelestarian Alam (Mahapeka) pada tahun 2013 awal. Dinda yang kerap dikenal sebagai Strum di organisasi Mapala-nya ini juga sangat berperan aktif di dunia jurnalistik. Sudah tak terhitung berapa artikel dan essay yang telah ia sumbangkan ke media dimana tempat ia mengabdi.

Dari tulisan-tulisannya itulah yang mengantarkannya kini menyusuri pelosok-pelosok negeri sebagai volunteer. Dimulai sejak perjalanannya yang suka mendaki gunung serta melakukan olahraga-olahraga ektrem di alam, dari situlah ia belajar berinteraksi dengan masyarakat pedalaman. Hal itu semakin membuat kecintaannya terhadap bumi pertiwi semakin dalam.

 Dinda, Mahasiswi UIN Bandung Peserta Ekspedisi NKRI
Sebelum melakukan ekspedisinya ke papua, sebelumnya ia sudah berlayar menyusuri pelosok-pelosok Negeri ini pada Ekspedia Nusantara 2014 lalu. Berbekal ilmu pengetahuan yang ia dapat dari pengalaman hidup, ia berangkat dengan perasaan bangga dan haru. Merasa tidak percaya bahwa ialah yang terpilih dari sekian ribu orang yang mendaftar pada ekspedisi itu.

Kini Dinda masih dalam perjalanannya menyusuri pulau yang terkenal akan tambang emasnya yang terbesar di dunia itu. Semoga Tuhan selalu menjaganya dan membawa ia pulang ke kampung  kelahirannya dengan selamat. (kia)

Budayakan Melek Kelestarian Lingkungan

Budayakan Melek Kelestarian Lingkungan


      



Dewasa ini krisis lingkungan telah menjamur di berbagai wilayah di belahan dunia, termasuk Negara Indonesia. Bahkan, bukan menjamur saja, krisis lingkungan sudah menjadi penyakit akut yang tak kalah berbahayanya dari krisis-krisis yang lainnya. Sebab, masalah lingkungan adalah masalah serius yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup manusia di muka bumi ini yang tak bisa dianggap sepele.
Seringkali kita mendengar tanggapan dari berbagai orang tentang krisis lingkungan saat ini. Seperti “Ah, itu sudah biasa terjadi, sudah kodratnya.” Bahkan ada yang beranggapan “Apa pentingnya mengurusi bumi? Toh kita tak akan selamanya berada di muka bumi ini.” Menanggapi hal tersebut, sudah selayaknya hal ini tidak dianggap sebagai hal yang lumrah.
Memang, wacana untuk menjaga kelestarian lingkungan telah lama digembor-gemborkan. Sejak ditetapkannya tanggal 5 juni sebagai hari lingkungan hidup sedunia, banyak pergerakan-pergerakan yang telah dilakukan. Seperti berdirinya Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), organisasi-organisasi yang bergerak dalam bidang kelestarian lingkungan alam, persatuan pecinta alam Indonesia dan lain sebagainya.
Tetapi, masalah tak akan berhenti cukup sampai di situ saja. Lihatlah masalah-masalah kerusakan alam yang baru-baru ini terjadi. Seperti kebakaran hutan di provinsi Riau, pembabatan hutan lindung dalam pembangunan waduk Jati Gede di Kabupaten Sumedang, banyaknya satwa liar yang masuk ke pemukiman warga akibat kurangnya hutan, banjir yang terjadi di berbagai wilayah ibu kota negara bahkan kota-kota besar di Indonesia. Juga jangan lupakan kasus longsor yang terjadi di Kabupaten Garut. Apa sebenarnya yang salah dalam konteks ini? Bahkan dengan berdirinya badan-badan tersebut belum mampu mengurangi dampak kerusakan lingkungan.
Jika kita lihat bersama, ada dua kepentingan yang berbeda dalam pemanfaatan lingkungan alam saat ini. Pertama, lingkungan alam ‘dikorbankan’ demi sebuah investasi yang menjanjikan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pendapatan negara, dan sebagai lahan terbukanya lapangan kerja baru untuk masyarakat. Seperti kasus pembangunan Waduk Jati Gede di Kabupaten Sumedang dan pembangunan fasilitas pariwisata di kawasan Bedugul, Batukaru dan sejumlah bukit di Karangasem. Namun di sisi lain, lingkungan alam menjadi tempat daya serap dalam mencegah banjir, habitat bagi satwa-satwa, serta menjadi lahan pertanian bagi masyarakat.
Terlihat jelas bahwa dua kepentingan di atas saling bertolak belakang dan hingga saat ini belum ditemukan solusi untuk mensinergikan keduanya. Terlebih saat ini, kebijakan adanya otonomi daerah sangat berpengaruh pada keputusan-keputusan yang diambil dalam mengelola lingkungan. Sulitnya mengontrol kebijakan daerah yang diakibatkan badan-badan eksekutif yang melakukan penyelewengan dalam menduduki jabatannya. Bahkan lembaga yang seharusnya mengontrol setiap kebijakan-kebijakan otonomi daerah juga ikut menyetujui proyek-proyek yang dapat merusak lingkungan.
Pemerintah dan masyarakat harus bijak dalam mengambil keputusan untuk menanggulangi masalah-masalah lingkungan alam yang marak terjadi saat ini. Budaya melek terhadap kelestarian lingkungan sudah sepatutnya digalakkan. Tak hanya itu, perlu adanya tindakan nyata dalam penggalakan kelestarian lingkungan. Seperti mengampanyekan reboisasi dan penanaman pohon di daerah-daerah gundul dan juga gersang. 
Peran aktif pemerintah dalam mengontrol setiap kebijakan juga perlu ditingkatkan. Jangan sampai kecolongan seperti kasus-kasus yang sudah terjadi. Pemerintah dan masyarakat perlu bersatu dalam menciptakan kelestarian lingkungan. Masyarakat perlu mengambil langkah-langkah positif yang bijak saat terjadi kerusakan lingkungan di daerahnya. Begitu juga dengan pihak-pihak swasta yang diharapkan bijak dalam membangun, mempertimbangkan dampak lingkungan yang akan terjadi.Dengan demikian, kita sebagai manusia dapat menyadari bahwa penting untuk menjaga kelestarian lingkungan. Menyadari bahwa lingkungan alam adalah anugerah Tuhan yang patut untuk dijaga dan juga dilestarikan.

  

Petuah Tenun Songket Melayu Riau

Petuah Tenun Songket Melayu Riau


”Bertuah orang berkain songket
Coraknya banyak bukan kepalang
Petuahnya banyak bukan sedikit
Hidup mati di pegang orang”
”Kain songket tenun melayu
Mengandung makna serta ibarat
Hidup rukun berbilang suku
Seberang kerja boleh di buat”
”Bila memakai songket bergelas
Di dalamnya ada tunjuk dan ajar
Bila berteman tulus dan ikhlas
Kemana pergi tak akan terlantar”

Bait tiap bait syair ini membuat siapapun yang mendengarnya akan berdecak kagum. Tenun Songket Melayu. Filosofinya begitu dalam. Tiap ukiran-ukiran yang ditenun mempunyai maknanya tersendiri. Motif pada kain songket tersebut tak akan pernah melambangkan sesuatu yang bernyawa, layaknya binatang ataupun manusia. Hal ini dikarenakan melayu berasal dari agama islam. Mengapa demikian?
Alkisah terdapat sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Melaya yang merupakan kerajaan Melayu yang terkenal pada zaman itu. Kerajaan Melaya memiliki raja yang beragama Islam. Maka segala adat istiadat Melayu itu syahlah menurut syarak dan syariat Islam (Tengku Tonel, 1920). Maka adat istiadat yang tidak bersendikan syarak atau syariat Islam tidak dibenarkan berlaku di negeri Melayu. Sehingga dikenal dengan ungkapan orang Melayu beragama Islam, beradat istiadat Melayu dan berbahasa Melayu. Begitulah petuah sang Guru yang mengajarkan kami apa itu kebudayaan adat istiadat dan dari mana budaya kami berasal.
Beberapa tahun silam, saat masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, Sang Guru menceritakan segelintir sejarah lahirnya kebudayaan tenun songket ini dengan hikmat kepada kami. Dengan wajah teduhnya, Beliau menuturkan bahwa Songket berasal dari kata “Sungkit” yang artinya “mencungkil” yang juga memerlukan proses “mengait”. Kedua kata tersebut digunakan dalam teknik menenun songket.
Dalam perbincangan yang hangat itu, Beliau menceritakan bahwa Tenun songket melayu berasal dari Kabupaten Siak, Riau, yang dulunya merupakan pusat kerajaan melayu Riau bernama Kerajaan Siak Sri Indrapura. Kerajaan Siak Sri Indrapura merupakan salah satu Kerajaan Islam yang berkembang di salah satu pulau terbesar di Indonesia, Sumatera.  
“Pada zaman Kerajaan Siak Sri Indrapura,  Tenun Siak hanya boleh dipakai oleh anggota kerajaan beserta keluarganya, sebab Tenun Siak merupakan pakaian yang melambangkan keagungan serta menunjukkan tingginya status seseorang di lingkungan kerajaan tersebut, rakyat biasa tak boleh pakai. Kain yang ditenun menggunakan kain sutra yang pada saat itu sangat mahal, ” ujarnya dalam percakapan pada siang yang terik itu.

Sang Guru juga menambahkan bahwasannya tenun songket dapat pula dipakai oleh rakyat biasa. Tetapi, tenunan yang boleh dipakai rakyat biasa bukan tenunan songket yang dipakai oleh raja, begitu juga dengan para datuk. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan yaitu terletak pada warna, motif dan bahan yang digunakan.

Dari segi warna, warna kuning hanya diperuntukkan kepada raja, sedangkan hitam untuk para datuk. Rakyat biasa boleh memakai warna apa saja selain warna kuning dan hitam. Dari segi motif, tenunan songket rakyat biasa yaitu bermotif lejo (kotak-kotak), sedangkan untuk raja dan datuk bisa menggunakan motif apa saja selain dari motif lejo. Untuk bahan, tentu saja berbeda antar keluarga kerajaan dengan rakyat biasa. Bahan tenunan songket keluarga kerajaan yaitu dari kain sutra yang sangat mahal.

Description: C:\Users\qia\Downloads\4633996775_774dbd1d7a_o.jpg

(Bujang (kiri) memakai songket sebagai kain sampan yang digunakan hanya mencapai lutut dan Dara (kanan) memakai songket sebagai kain samping yang menutupi seluruh bagian kakinya terkecuali telapak kakinya.)


“Seiring berjalannya waktu, kini kain Songket sudah bisa dibeli dan dipakai oleh siapapun dan biasa digunakan pada acara formal atau pesta pernikahan bagi masyarakat yang masih kuat memegang Adat Budaya Melayu Riau,” katanya kembali.

Beliau kemudian memberikan kami sebuah contoh pemakaian songket. Untuk para Dare (perempuan melayu), dapat memakai songket sebagai bahan atasan (selempang baju) dan juga bahan untuk bawahan (rok). Dapat pula dipakai sekaligus dan dapat pula tidak. Untuk Bujang (lelaki melayu) dapat memakainya untuk kain tambahan untuk celana panjang (seperti memakai sarung tetapi hanya mencapai lutut) .

Ada pula aturan dalam memakai kain tambahan tersebut. Apabila seorang pemuda melayu yang belum menikah memakainya, maka ia dapat memakai kain tambahannya hanya sampai di atas lutut. Namun, jika ia sudah menikah, ia dapat memakai kain tambahannya sampai menutupi lutut atau dibawah lutut.

Setelah bercerita cukup panjang, Beliau duduk sebentar untuk meminum air putih yang telah kami sediakan. Wajahnya berpeluh. Bagaimana tidak, matahari pada siang hari itu begitu panas. Setelah menunggu beberapa saat Beliau kembali bercerita.
“Kain tenun songket melayu sendiri merupakan kain dari hasil kerajinan tangan masyarakat melayu yang dilakukan melalui proses menenun benang perak atau benang emas dengan ragam corak tenunan tertentu. Kain songket melayu juga memiliki keunikan pada motif atau coraknya. Masing-masing motif memiliki nilai estetika yang merupakan pelambangan atas pemikiran atau pandangan masyarakat melayu,” ujarnya. Kami mengangguk-angguk, menyatakan bahwa kami mengerti pada apa yang Beliau jelaskan.
Dalam sesi terakhir, Beliau kemudian menceritakan beberapa motif yang biasa disebut Siku Keluang, Siku Awan, Pucuk Rebung, Bunga Tanjung, Tampuk Manggis merupakan motif dasar pada kain tenun. Motif lainnya yaitu Kuntum Bunga, Siku Tunggal, Pucuk Rebung Kaluk Pakis, Pucuk Rebung Bertali,  Pucuk Rebung Bertabur Bunga Ceremai, Daun Tunggal, Mata Panah, dan Tabir Bintang. Dalam segi harga, mahal atau tidaknya sangat berpengaruh pada bahan yang digunakan serta bergantung pada motif. Semakin rumit motif atau coraknya maka semakin mahal harganya. Harga tenun songket melayu Riau ini berkisar Rp. 100 ribu hingga jutaan rupiah.

Setelah lelah bercerita, Beliau menghembuskan nafas panjang. Mendengar pemaparan yang diceritakan olehnya, kami menjadi sangat bangga menjadi masyarakat suku melayu yang memiliki banyak kebudayaan yang memiliki nilai estetika yang tinggi.

Back To Top